Temui aku di garis dua belas, kala matahari menjingga, kau mesti tak lagi diantara ilalang dan serangga

Bersiaplah kembali ke tepi rindu, kau sedari kemarin menepikan repihan kenangan tentangku

Suguhkan puisi kau yang sempat mengumpat di kamarku

Lalu hirup angin yang hanya menyebut kehidupan. Bukan kematian.

Ketika jingga matahari telah habis, rumahku sudah penuh melati. Untukku. Untuk kau juga.